Since24News.com|Medan – Edward Manurung (64) ayah dari Doli Manurung (DM), salah satu pelaku penganiayaan Yonif 100/PS Prada Defliadi memberikan penjelasan soal kasus yang menjerat anaknya. Edward menyebut sebelum pembacokan itu, sempat terjadi cekcok di salah satu diskotek di Kota Medan.
Edward mengatakan kejadian itu berawal pada Sabtu (3/8/2024). Saat itu, Doli datang ke salah satu diskotek di Jalan Putri Hijau. Awalnya terjadi cekcok antara teman Prada Defliadi dengan rekan dari Doli.
Informasi terkait cekcok di tempat hiburan malam itu, kata Edward, diperolehnya dari Doli dan teman-teman Doli.
“Awalnya, jumpa salah satu tentara, ada kawannya mengenalkan. Saya pun kurang tahu persis. Berantam di tempat diskoteknya itu. Dia (Doli) waktu mau bayar bill sudah dilihatnya ribut,” kata Edward, Rabu (7/8).
“Kawannya (Doli) yang ribut sama TNI ini karena dia (Doli) ketua di situ, dialah yang dikenal orang. Dia (Doli) dipukul dan sempat berantam dia, dipukul pakai kursi, jatuh dia,” sambungnya.
Setelah Doli tergeletak, kata Edward, anggota dari Doli membawa Doli pulang. Saat kejadian itu, Doli sudah dalam keadaan mabuk.
“Dibawa lah dia (Doli) pulang, sudah tergeletak dia, dia sudah mabuk,” jelasnya.
Kemudian, pada Minggu (4/8) sekira pukul 10.00 WIB, Edward didatangi oleh istrinya untuk menyampaikan bahwa Doli dibawa oleh sejumlah orang. Saat kejadian, Edward mengaku sedang tidak berada di rumah mereka di Jalan Orde Baru.
Saat itu, kata Edward, ibu Doli juga sedang pergi keluar mengambil baju laundry. Setibanya di rumah, istrinya melihat ada sekitar 30 orang yang datang dengan menaiki lima mobil.
Lalu, puluhan orang itu mendobrak pintu rumah dan langsung memukuli Doli di lantai tiga rumah tersebut. Selain itu, barang-barang yang berada di kamar Doli itu itu juga dirusak. Edward menyebut bahwa orang-orang tersebut juga mengambil uang sebesar Rp 40 juta dari kamar Doli.
“Kata orang kampung situ, katanya yang membawa Doli berseragam kaos hitam ada sekitar 30 orang lebih, naik lima mobil. Dia (Doli) dipukuli di rumah, dari lantai tiga sampai bawah darah semua, masih ada darahnya enggak kami lap,” ujarnya.
“Semua hancur, laptop, hp, terus duit tabungannya di laci sekitar Rp 40 juta diambil, hilang semua. Duit itu kan setoran ke atasannya lagi uang parkir. Habis diobrak-abrik semua, porak-poranda, lemari kami porak-poranda dibongkar,” sambung Edward.
Begitu mendapatkan informasi itu, kata Edward, dirinya langsung menuju rumahnya. Namun, setibanya di rumah mereka, dia sudah tidak lagi menemukan Doli.
Setelah itu, Edward mencari tahu keberadaan anaknya ke Polsek Medan Baru, Polsek Medan Barat dan Polrestabes Medan, tetapi tidak ditemukan. Belakangan dia mengakui anaknya dibawa oleh oknum TNI dan tengah berada di RS Bhayangkara.
“Setelah itu, anak saya ini yang bawa masih samar-samar. Kami cek lah, rupanya dia ditahan TNI. Dari jam 10 pagi sampai jam 11 malam baru ketemu saya, itupun dah di rumah sakit. Saya sempat mengira anak saya udah meninggal, muka dia babak belur, kepala luka-luka,” ujarnya.
Berdasarkan pengakuan Doli, kata Edward, dirinya sempat cekcok dengan personel TNI bermarga Sirait, bukan dengan Prada Defliadi. Doli, kata Edward, sempat meminta dirinya untuk mencari personel bermarga Sirait itu untuk meminta maaf.
Edward juga sekaligus menyebut bahwa anaknya bukanlah anggota geng motor, melainkan Ketua Ranting IPK Sekip.
“Tapi bukan sama dia (Prada D), berantem sama tentara marga Sirait, namanya saya kurang tahu. Doli nyuruh saya nyari dia, Doli mau minta maaf. Waktu nyerang rumah itu ada katanya ikut. Ikut dia (Sirait),” sebutnya.
Dia menyebut pihaknya telah melaporkan dugaan penganiayaan kepada anaknya itu ke Polrestabes Medan. Dia berharap hukum dapat ditegakkan dengan adil. Edward juga turut menyayangkan aksi yang dilakukan orang-orang yang menyerang rumah mereka.
“Tolong ditegakkan hukum, jangan main hakim sendiri. Kalau pun ada salah, kan gak boleh begitu caranya sampai rumah diobrak-abrik, dihajar di depan mamanya, gak ada surat tugas,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kapolrestabes Medan Kombes Teddy Jhon Sahala Marbun mengatakan peristiwa itu berawal pada Sabtu (3/8) sore. Saat itu korban dan sejumlah anggota TNI nongkrong di salah satu kafe di Jalan Iskandar Muda.
Lalu, Minggu (4/8) sekira pukul 03.00 WIB, mereka bergeser ke salah satu angkringan di Simpang SIB, Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Medan Petisah, untuk makan.
“Pada saat jam 3 pagi bergeser mau kembali, mereka teman-teman dari TNI AD mampir di angkringan di Jalan Gatsu,” kata Teddy saat konferensi pers di Polrestabes Medan, Selasa (6/8) malam.
Tak lama, para anggota TNI itu didatangi oleh tujuh laki-laki yang menaiki dua mobil, yakni Fortuner dan Avanza. Kemudian, para laki-laki itu menemui Pratu AS dan menanyakan ‘abang yang tadi kan?’.
Pratu AS lalu menjawab bahwa mereka tidak mengetahui apa-apa dan mengaku sebagai anggota TNI. Kemudian, terjadi cekcok dan perkelahian di lokasi tersebut. (Snc)