Since24News|Sumut – Hampir 31 ribu pengguna Smartphone di seluruh dunia menjadi sasaran Stalkerware, perangkat lunak yang digunakan untuk menguntit seseorang, sebagaimana diungkapkan perusahaan keamanan siber asal Rusia Kaspersky.
Dalam survei yang dilakukan, Kaspersky mencatat pada 2023, sebanyak 31.031 individu unik di seluruh dunia terkena dampak penguntitan. Jumlah ini meningkat hampir 6 persen secara tahun ke tahun (5,8%) dari 29.312 pengguna yang terkena dampak pada tahun 2022.
Menurut Kaspersky Security Network, pada 2023, pengguna di Rusia (9.890), Brasil (4.186), dan India (2.492) adalah tiga negara yang paling banyak terkena dampak stalkerware. Iran (1,578) masuk lima besar di susul oleh Turki (1,063), Indonesia (871), Amerika Serikat (799), dan Yaman (627).
Spektrum pelecehan beragam, dengan lebih dari sepertiga (39%) responden di seluruh dunia melaporkan pengalaman kekerasan atau pelecehan yang dilakukan oleh pasangannya saat ini atau sebelumnya. Dari mereka yang ditanyai untuk laporan ini, 23% orang di seluruh dunia mengungkapkan, mereka pernah mengalami semacam penguntitan online dari seseorang yang baru saja dikencani. Selain itu, secara keseluruhan 40% melaporkan pernah atau diduga mengalami penguntitan.
Di sisi lain, 12% mengaku memasang atau mengatur parameter pada ponsel pasangannya. Sementara sembilan persen mengakui menekan pasangannya untuk memasang aplikasi pemantauan. Namun, gagasan memantau pasangan tanpa sepengetahuan mereka tidak disetujui oleh sebagian besar individu (54%), yang mencerminkan sentimen umum terhadap perilaku tersebut.
Mengenai sikap terhadap pemantauan aktivitas online pasangannya secara konsensual, 45 persen responden menyatakan ketidaksetujuannya, dan menyoroti pentingnya hak privasi.
Sebaliknya, 27 persen mendukung transparansi penuh dalam hubungan, memandang pemantauan berdasarkan konsensus adalah hal yang tepat, sementara 12 persen menganggap pemantauan hanya dapat diterima jika kesepakatan bersama tercapai.
Pakar keamanan dan privasi data di Kaspersky, David Emm mengatakan, temuan ini menyoroti keseimbangan antara kedekatan sebuah hubungan dan perlindungan informasi pribadi. Ia mengimbau agar masyarakat meningkatkan kehati-hatian, terutama terkait data sensitif seperti kata sandi perangkat keamanan.
“Ketidakinginan untuk membagikan akses penting tersebut sejalan dengan prinsip keamanan siber. Kesediaan untuk membagikan kata sandi dan foto layanan streaming menandakan adanya perubahan budaya, meskipun individu harus menyadari potensi risiko bahkan dalam berbagi informasi yang tampaknya tidak berbahaya,” katanya, Jumat (15/4/2024) dilansir dari Okezone.
“Wawasan ini menggarisbawahi pentingnya membina komunikasi terbuka dalam hubungan, menetapkan batasan yang jelas, dan mendorong literasi digital. Bagi para profesional keamanan, hal ini memperkuat perlunya edukasi berkelanjutan mengenai praktik terbaik keamanan siber dan memberdayakan individu untuk membuat keputusan yang tepat mengenai berbagi informasi pribadi dalam suatu hubungan,” ucapnya. (dy|Snc)