Since24News.com|Ciamis – Seorang guru ngaji di salah satu pondok pesantren berinisial NHN (25) ditangkap polisi atas dugaan persetubuhan terhadap santriwati yang masih di bawah umur di Ciamis, Jawa Barat. Aksi bejat ini dilakukan berulang kali dengan modus janji manis akan menikahi korban.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan, kasus asusila yang diduga dilakukan NHN tersebut terjadi di Kabupaten Ciamis.
“Pelaku ditangkap dan saat ini ditahan di Polres Ciamis,” ujarnya, Jumat (20/6/2025).
Dia mengatakan, kasus ini terkuak pada 14 Juni 2025, ketika orang tua korban MK tak sengaja membuka aplikasi WhatsApp di laptop anaknya. Mereka menemukan percakapan antara korban dengan pelaku NHN yang membahas perbuatan pelecehan tersebut.
“Setelah didesak, MK akhirnya mengakui semua perbuatan bejat yang dilakukan gurunya itu,” kata Kombes Hendra.
Tak buang waktu, keluarga korban langsung melapor ke polisi. Penyidik Polres Ciamis bergerak cepat, melakukan penyelidikan, memeriksa barang bukti dan melakukan visum terhadap korban di RSUD Ciamis dengan pendampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Ciamis.
“Pada 18 Juni 2025, setelah mengantongi dua alat bukti cukup, NHN resmi ditetapkan sebagai tersangka dan dijemput dari kediamannya,” ujar Kombes Hendra, dilansir dari Sindo News.
Mengejutkannya, berdasarkan pengakuan pelaku, ada lima korban lain selain MK. Beberapa di antaranya korban pemerkosaan saat ini sudah dewasa. Namun saat kejadian, kelima korban masih di bawah umur.
“Dugaan tindakan asusila terhadap korban lain bahkan sudah terjadi sejak 2021. Saat ini, Polres Ciamis sedang melakukan pendekatan hati-hati kepada para korban lain dengan bekerja sama dengan KPAID,” ucapnya.
Sementara itu, dalam rilis resmi Polda Jabar, Kapolres Ciamis AKBP Akmal mengatakan, korban seorang santriwati berinisial MK berusia 15 tahun asal Tasikmalaya. Dia menjadi korban kebiadaban NHN sejak November 2024 hingga Februari 2025.
“Korban mengaku disetubuhi 10 kali di rumah pelaku NHN di Desa Cihaurbeuti, Ciamis,” kata Kapolres Ciamis didampingi Ketua Forum KPAID Jabar Ato Rinanto dan perwakilan dari Kemenag Kasi PD Pontren Opin.
Tersangka NHN merupakan guru mengaji dan olahraga di pondok pesantren. NHN pertama kali mengenal korban pada 2022. Awalnya, hubungan mereka sebatas guru dan murid, perlahan bergeser menjadi komunikasi intens via WhatsApp (WA).
“Pada 2023, saat korban masih kelas 8, NHN mulai berani mengajak MK keluar dari pondok dan membawanya ke rumah,” ujar AKBP Akmal.
Kapolres menuturkan, di rumah pelaku itulah, tindakan cabul pertama kali terjadi. Setelah itu, korban diantar kembali ke pondok dengan imbalan uang Rp50.000.
Seiring waktu, rayuan NHN semakin menjadi-jadi. Pada 2024, pelaku mulai secara rutin mengajak korban ke rumah dan membujuk untuk melakukan hubungan layaknya suami istri.
“Janji manis untuk menikahi korban menjadi dalih busuk NHN dalam melancarkan aksinya. Awalnya korban menolak, namun bujuk rayu dan janji palsu membuat korban MK akhirnya luluh,” tutur Kapolres.
AKBP Akmal mengatakan, tersangka NHN dijerat Pasal 81 Ayat (2) dan Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
“Ancaman hukumannya penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda paling banyak Rp5 miliar,” ucap AKBP Akmal.
Kapolres menyatakan, terkait video dan foto yang diduga terkait dengan kasus ini dan sempat beredar di media sosial, penyidik Satreskrim Polres Ciamis tengah melakukan penelusuran.
“Tersangka NHN mengaku foto dan video itu dokumentasi pribadi, namun kami akan menyelidiki lebih lanjut isi ponsel tersangka,” ujar Kapolres.
Penyidikan atas kasus ini, tutur AKBP Akmal, akan terus dikembangkan untuk menggali kemungkinan korban lainnya dan menuntaskan seluruh rangkaian tindak pidana yang dilakukan oleh NHN.
“Kasus ini menjadi pengingat pahit akan bahaya predator anak yang bisa bersembunyi di mana saja. Bahkan di tempat yang seharusnya menjadi lingkungan aman untuk belajar dan berkembang,” tutur AKBP Akmal. (Snc)