Since24News.com|Pematangsiantar – Lebaran tahun ini juga tak luput dari tren yang tengah digandrungi masyarakat.
Tren tersebut diantaranya seperti Velocity hingga tarian bagi-bagi THR.
Sontak tren ini ramai-ramai diikuti warganet, sebagai bentuk kebahagiaan selama hari raya Idul Fitri.
Akan tetapi, tarian bagi-bagi THR justru menuai kontroversi belum lama ini.
Hal ini jadi sorotan usai muncul informasi yang menyebut tarian THR itu mirip seperti tarian bangsa Yahudi.
Informasi tersebut dibagikan oleh akun sampit dengan keterangan
“Ternyata Tarian dan Musik ini berasal dari tradisi Yahudi, kini tarian dan musik tersebut sedang trend di Indonesia untuk digunakan sebagai trend Joget bagi-bagi THR,” tulisnya.
Hal ini sontak menuai perdebatan warganet. Banyak pula yang bertanya-tanya tentang kebenaran tarian tersebut.
Salah satu influencer Indonesia menyoroti hal ini.
Melalui Instagram akun X memposting video yang memperlihatkan tarian tersebut dan memberikan keterangan bahwa tarian tersebut berasal dari negara Finlandia bukan dari Negara manapun.
“Biar tidak keliru yang lagi di ikutin trending bagi-bagi THR, ini aslinya Joget dari Negara FINLANDIA, bukan dari Negara manapun Sekalipun Yahudi, Turki, Mesir atau nenek moyang kau paham?” Tulisnya di akun Instagramnya, dilansir dari Radar Kediri.
Ia juga menegaskan bahwa tarian ini tidak ada kaitannya dengan pemujaan, budaya, tradisi apalagi agama.
“Dance/nari yang tidak ada kaitannya dengan pemujaan, budaya, tradisi, apalagi agama jangan gila tar gila beneran. Ini Joget ala ala happy Time saat pesta Remaja tahun 1060. Bukan Ritual cari tumbal, hati-hati menyebarkan berita bohong/fitnah hanya karena tidak suka oleh satu kepercayaan di buatlah provaganda,” tulisnya.
Sampai saat ini, masih belum ada informasi yang jelas terkait tarian bagi-bagi THR tersebut yang menjadi trend saat ini.
Karena itu, alangkah baiknya masyarakat tidak reaktif terhadap simbol dan ekspresi visual yang minim dalam kajian mendalam serta konteks historis dan sosiologis.
Fenomena ini harus dilihat dengan pendekatan yang lebih kritis dan ilmiah, bukan sekadar prasangka atau generalisasi gegabah.
Oleh karena itu, harap masyarakat untuk bijak dalam mempercayai suatu isu.
Alangkah baiknya cari kebenaran terlebih dahulu, sebelum percaya hingga membagikan informasi yang didapat. (Snc)