Since24News.com|Jateng – Dua anggota polisi dari Direktorat Reserse Siber Polda Jawa Tengah diperiksa oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jateng atas arahan Divisi Propam Polri terkait pertemuan mereka dengan personel band Sukatani di Banyuwangi, Jawa Timur. Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto, membenarkan bahwa dua anggotanya telah diperiksa dan dinyatakan tetap bekerja secara profesional. “Iya, dua sudah diperiksa,” kata Artanto, Sabtu (22/2/2025). Pemeriksaan ini mencuat setelah band Sukatani mendadak menghapus lagu mereka yang berjudul “Bayar Bayar Bayar” dari berbagai platform digital, termasuk YouTube dan Spotify.
Personel band, M. Syifa Al Luthfi (gitaris) dan Novi Citra Indriyanti (vokalis), juga mengunggah video permintaan maaf kepada Kapolri dan institusi Polri, yang menimbulkan spekulasi publik terkait dugaan adanya intervensi dari aparat kepolisian.
Namun, Polda Jawa Tengah menegaskan, pihaknya tidak pernah meminta personel band untuk membuat video permintaan maaf atau klarifikasi.
“Oh, tidak ada, nihil. Jadi klarifikasi itu hanya ingin mengetahui tentang maksud dan tujuan terkait pembuatan lagu tersebut,” ujar Artanto.
Artanto juga memastikan tidak ada intervensi dari pihaknya terhadap band Sukatani.
“Enggak ada (intervensi), jadi kemarin dari penyidik Siber Polda Jateng sempat berjumpa dengan mereka dan berbincang-bincang,” tuturnya.
Lebih lanjut, Artanto menegaskan bahwa Polda Jawa Tengah menghormati kebebasan berekspresi, termasuk kritik terhadap institusi kepolisian. “Ya monggo-monggo saja. Kritik yang membangun kepada Polri itu menjadi teman Bapak Kapolri. Kami menghargai semua itu,” katanya.
Di tengah kontroversi tersebut, polemik lain muncul terkait pemecatan Novi Citra Indriyanti dari pekerjaannya sebagai guru di salah satu SD swasta. Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Jawa Tengah menyoroti kasus ini dan mendalami kemungkinan adanya diskriminasi atau mala-administrasi dalam proses pemecatan.
“Ombudsman berharap semua pihak mengedepankan objektivitas, termasuk dari pihak sekolah atau Dinas Pendidikan dalam melakukan evaluasi dan pemberian sanksi, jika yang bersangkutan statusnya guru,” ujar Kepala Ombudsman RI Jateng, Siti Farida.
Menurut dia, kebebasan berekspresi dalam seni dan ide adalah hak warga negara yang dijamin oleh konstitusi sehingga status Novi sebagai pegiat seni tidak bisa dijadikan alasan pemecatan. Ia juga menekankan pentingnya asas pelayanan publik dalam setiap keputusan yang diambil oleh pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan.
Sementara itu, kepala sekolah SD terkait, Eti Endarwati, menegaskan pemberhentian Novi tidak terkait dengan lagu “Bayar Bayar Bayar” maupun video permintaan maafnya. Ia menyebut bahwa pemecatan terjadi sejak awal Februari 2025 karena Novi melanggar kode etik internal sekolah.
“Betul diberhentikan, tetapi yang jadi masalah adalah bukan lagu dan terkait peristiwa viralnya,” kata Eti. Menurut dia, semua guru di sekolah tersebut wajib mematuhi kode etik, termasuk berpakaian sesuai aturan. “Kode etik sudah disosialisasikan sejak awal mendaftar dan dari awal beliau sudah tahu konsekuensinya,” ujarnya.
Di tengah polemik pemecatannya, Bupati Purbalingga, Fahmi Muhammad Hanif, menawarkan kesempatan bagi Novi untuk mengajar di sekolah-sekolah di wilayahnya.
“Saya, Fahmi Muhammad Hanif, Bupati Kabupaten Purbalingga, dengan tangan terbuka siap menerima Mbak Novi jika berkenan untuk mengabdi di sekolah di Kabupaten Purbalingga,” tulisnya melalui akun Instagramnya. (Snc)